Pengantar
Sejumlah teori tentang pembelajaran telah diajukan. Beberapa berevolusi dari konsep atau teori-teori sebelumnya / pendahulu mereka. Meskipun beberapa teori berbeda dan beberapa saling tumpang tindih dalam formulasi mereka, formulasi tersebut secara luas diklasifikasikan sebagai behavioral/perilaku dan kognitif. Kategori ketiga yang diakui adalah domain sosial-humanistik. Lainnya adalah kombinasi dari konsep dan prinsip yang ditemukan dalam sudut pandang behavioral/perilaku, kognitif, dan sosial.
Psikolog yang mengikuti perkembangan teori Behavioristik percaya bahwa perilaku harus dijelaskan dengan pengalaman yang dapat diamati, bukan oleh proses mental. Di sisi lain, psikolog kognitif berpendapat bahwa proses mental memediasi antara tayangan stimulus dan tindakan respons yang sesuai dari suatu organisme.
Fig. Teacher smile (Source: google image) |
Fig. Student remember (Source: google image) |
Classical Conditioning / Pengkondisian Klasik
Pengondisian klasik terjadi ketika seseorang membentuk asosiasi mental antara dua rangsangan sehingga menghadapi satu rangsangan yang membuat orang berpikir tentang rangsangan lainnya. Orang-orang cenderung untuk membentuk hubungan-hubungan mental ini antara rangsangan yang terjadi secara bersamaan atau menjadi erat bersama dalam ruang dan waktu.
Dalam eksperimennya tentang pencernaan, ahli fisiologi Rusia Ivan Pavlov memperhatikan bahwa anjing-anjing di laboratoriumnya mulai mengeluarkan air liur hanya dengan melihat penjaga, bahkan sebelum mereka dapat melihat atau mencium aroma makanan yang akan diberikan.
Serangkaian eksperimennya mengarah pada formulasi Pengkondisian Klasik, yang mendapatkan penghargaan Nobel Prize pada tahun 1904. Pengkondisian klasik adalah jenis pembelajaran di mana suatu organisme belajar untuk menghubungkan atau mengasosiasikan rangsangan. Rangsangan (seperti pandangan seseorang) menjadi terkait dengan rangsangan yang bermakna (seperti makanan) dan memperoleh kapasitas untuk memperoleh respons yang serupa ( Santrock 2001). Pengondisian klasik melibatkan dua jenis rangsangan dan dua jenis respons.
Stimulus tak Terkondisi / Unconditioned Stimulus ( US ) adalah sesuatu yang dengan sendirinya
"secara alami" menghasilkan respons tanpa syarat / Unconditioned response ( UR ) tanpa
pelatihan atau pembelajaran sebelumnya. Dalam eksperimen Pavlov, makanan
atau daging dianggap sebagai US. Air liur adalah respons tanpa syarat ( UR ) karena
merupakan reaksi alami atau otomatis terhadap makanan, terutama bagi orang yang
lapar. Jadi, setiap kali makanan disajikan, anjing mengeluarkan air liur.
Selanjutnya, Stimulus terkondisi / Conditioned Stimlus (CS) adalah sesuatu yang pada awalnya netral yang pada akhirnya memunculkan respons terkondisikan setelah dikaitkan dengan stimulus tak terkondisi (makanan). Sebagai contoh di sini adalah sebuah bel, yang mana dianggap pada awalnya adalah stimulus netral,dan denngan percobaan yang sama, terhadap perlakuan kepada seeokor anjing, tentu anjing tersebut tidak akan mengeluarkan air liur terhadap suara bel yang dihasilkan. Tetapi dengan pasangan yang berulang kali, dimana kita membunyikan bel dengan memberikan makanan, bel akan memperoleh karakteristik makanan, yaitu memunculkan air liur pada anjing.
Dengan demikian, bel menjadi stimulus terkondisi (CS) dan air liur anjing terhadap suara bel adalah respon terkondisi / conditioned response (CR). Menurut Santrock , (2001) respon terkondisi adalah respon dipelajari terhadap stimulus terkondisi yang terjadi setelah adanya pasangan atau kombinasi antara US-CS.
Jenis pembelajaran dengan pengondisian ini diilustrasikan sebagai berikut:
Fig. Classical conditioning sim (source: google image) |
Sebelum Pengkondisian
Stimulus Netral (bel ) ----------------- Respons (tidak ada air liur)
US (makanan) --------------------- UR (anjing mengeluarkan air liur)
Selama Pengkondisian
Stimulus netral (bel) + US (makanan ) ------------ UR (air liur anjing)
Setelah pengkondisian
CS (bel ) --------------------- CR (air liur anjing)
Prinsip Pengkondisian Klasik
Pengondisian klasik melibatkan empat proses utama: akuisisi, generalisasi, diskriminasi, dan kepunahan.
1. Perolehan(Acquisition)
Ini melibatkan pembelajaran awal dari respons terkondisi. Misalnya, anjing belajar mengeluarkan air liur saat mendengar suara bel. Dua faktor penting yang dapat mempengaruhi kecepatan pengkondisian selama fase akuisisi adalah urutan dan waktu rangsangan. Pengkondisian terjadi paling cepat ketika respon terkondisi (bel) mendahului stimulus (makanan) tanpa syarat sekitar setengah detik. Jika interval waktu cukup lama atau jika makanan disajikan terlebih dahulu sebelum bel, pengondisian cenderung terjadi.
2. Generalisasi (Generalization)
Ini melibatkan kecenderungan stimulus baru yang mirip dengan stimulus
terkondisi asli untuk menghasilkan respons yang sama. Dalam percobaan John
Watson pada bayi yang bernama Albert, rasa takut pada tikus putih yang
dikembangkan di Albert digeneralisasi ke hewan putih dan berbulu lainnya.
Dengan cara yang sama, seorang siswa yang mengembangkan rasa takut pada seorang
guru laki-laki setelah kejadian yang memalukan nantinya mungkin takut pada
semua guru yang berjenis kelamin laki-laki (general)
3. Diskriminasi (Discrimination)
Berbeda dengan generalisasi, dalam diskriminasi, seorang individu
belajar untuk menghasilkan respons terkondisi terhadap satu stimulus tetapi
tidak terhadap stimulus lain yang serupa. Misalnya, seorang anak mungkin
menunjukkan respons ketakutan terhadap anjing-anjing hitam besar yang
berkeliaran di halaman, tetapi tidak pada anjing - anjing yang ada di dalam
kandang. Intinya disini diskriminasi terhadap anjing-anjing hitam.
4. Kepunahan (Extintcion)
Respons terkondisi (air liur) dapat dihilangkan atau dilemahkan dengan berulang kali menghadirkan stimulus terkondisi (bel), tanpa stimulus tanpa syarat (makanan). Dengan demikian, bel kehilangan kapasitasnya untuk memperoleh respons terkondisi (air liur).
5. Pemulihan Spontan (Spontaneus Recovery)
Respons yang telah dipelajari dan kemudian padam dapat muncul kembali secara spontan ketika stimulus terkondisikan kembali disajikan. Pemulihan spontan menunjukkan bahwa pembelajaran tidak hilang secara permanen.
Aplikasi dan Kontribusi dari Pengkondisian Klasik terhadap pembelajaran
- pendekatanIni membantu kita memahami beberapa konsep belajar lebih baik daripada yang lain. pendekatan Ini unggul dalam menjelaskan bagaimana rangsangan netral menjadi terkait dengan respon sukarela yang tidak terpelajari
- pendekatan ini juga membantu dalam menjelaskan banyak respons emosional seperti kebahagiaan, kegembiraan, kemarahan, dan kecemasan - yang dimiliki orang-orang untuk rangsangan tertentu.
- pendekatan ini juga membantu menjelaskan penyebab yang mendasari beberapa fobia - yang merupakan ketakutan irasional atau berlebihan dari objek atau situasi tertentu.
- Prosedur pengkondisian klasik juga digunakan untuk mengobati fobia dan perilaku yang tidak diinginkan lainnya seperti alkoholisme dan kecanduan.
Rujukan:
Woolfolk, Anita, E, (1998) Educational Psychology. Massachusetts: Allyn and Bacon.
Tidak ada komentar:
Write komentar