Makalah Penelitian Narasi dan Etnografi
BAB
I
PENDAHLUAN
PENDAHLUAN
1.1
Latar belakang
Ilustrasi (source: google) |
Selain penelitian menggunakan rancangan
narasi, salah satu rancangan penelitian kualitatif yang sering digunakan yaitu
rancangan penelitian etnografi. Penelitian etnografi merupakan penelitian kualitatif yang peneliti langsung terjun kelapangan untuk mengobservasi misalnya
kebudayaan di suatu kelompok masyarakat. Untuk
menjelaskan rancangan penelitian ini perlu adanya literatur yang mendukung.
Sehingga, makalah ini disusun untuk membantu pembaca dalam membuat suatu
rancangan penelitian kualitatif menggunakan etnografi dan narasi.
Rumusan
masalah
1. Apakah penelitian narasi dan etnografi
itu?
2. Bagaimana cara menyusun rancangan
penelitian narasi dan penelitian etnografi?
Tujuan
1. Menjelaskan pengertian penelitian narasi dan
penelitian etnografi.
Penelitian
Etnografi
Istilah
Etnografi secara harfiah berarti “menulis tentang kelompok orang”. Dengan
menggunakan rancangan kualitatif ini dapat diidentifikasi sekelompok orang mempelajari
mereka di rumah atau tempat kerjanya; mencatat bagaimana mereka berperilaku,
berpikir, dan berbicara; dan mengembangkan gambaran umum tentang kelompok itu (Creswell, 2015).
Pengertian Penelitian Etnografi
Etnografi
adalah studi tentang interaksi sosial, perilaku, dan persepsi yang terjadi
dalam kelompok, tim, organisasi, dan masyarakat (Reeves, Kuper, & Hodges, 2008). Fitur utama etnografi adalah bahwa itu adalah
bersifat padat karya dan selalu melibatkan kontak langsung lama dengan anggota
kelompok dalam upaya untuk mencari pembulatan, penjelasan menyeluruh.(Lee, Saunders, & Goulding, 2005)
Contoh
rancangan penelitian menggunakan rancangan etnografi yaitu penelitian yang
dilakukan Inayah dan Hakini mengenai pengetahuan ibu hamil mengenai kehamilan dan persalinan di Kota
Banjarmasin. Metode Penelitian: Jenis penelitian kualitatif dengan rancangan
etnografi. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. (Inayah & Hakimi, 2007). Penelitian oleh Putro mengenai Pembelajaran Industri
Berbasis ISO 9001: 2008 di SMK Muhammadiyah 2 Andong Boyolali.
Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif dengan rancangan etnografi. Data
dikumpulkan dari instrumen dan narasumber melalui observasi, dokumentasi dan
wawancara (Putro, 2011).
Fungsi dan manfaat etnografi
Hal ini penting bagi peneliti mempertimbangkan
menggunakan etnografi untuk memahami berbagai jenis investigasi yang berpotensi
membentuk kerangka kerja untuk analisis. Etnografi dapat berupa deskripsi
lengkap atau parsial dari kelompok (etno - bangsa graphy -
deskripsi), sebagai cara untuk mengidentifikasi secara umum, apakah ini
mengenai agama, hubungan sosial atau gaya manajemen (Lee et al., 2005).
Keuntungan yang mendasari metode kualitatif untuk
menyelidiki irisan kehidupan sosial dibagi oleh para peneliti, praktek yang
digunakan di lapangan mencerminkan tidak hanya kontinjensi situasional tetapi
pemahaman tentang bagaimana subjek penelitian yang terbaik terlibat dalam usaha
riset (Miall, Pawluch, & Shaffir, 2005).
Arnould (1998) dalam (Lee et al., 2005) menawarkan ringkasan yang bermanfaat pada studi
etnografi dan perannya dalam riset konsumen, yang meliputi:
Etnografi harus bertujuan untuk menjelaskan cara bahwa
budaya membangun dan dibangun oleh perilaku dan pengalaman dari para anggotanya.
Etnografi melibatkan partisipasi berkepanjangan dalam
budaya tertentu atau sub-budaya.
Etnografi dalam penelitian konsumen cenderung
partikularistik daripada digeneralisasikan, mengemban rekening pluralistik
konsumsi.
Potensi etnografi terletak dalam menerapkan metode
pengumpulan data beberapa di sebuah fenomena tunggal. Ini bisa berkisar dari
survei untuk data pengamatan, kaset video, foto, dan rekaman pidato dalam
tindakan.
Etnografi membutuhkan taktik untuk mewakili temuan
penelitian. representasi ini harus bertujuan untuk mengungkap makna berlapis
bahwa kegiatan pemasaran terus untuk pelanggan.
Waktu pelaksanaan Etnografi
Untuk
memahami pola kelompok berbudaya-sama, etnografi bisanya menghabiskan waktu
cukup banyak “di lapangan” untuk mewawancarai, mengobservasi, dan mengumpulkan
berbagai dokumen tentang kelompok untuk memahami perilaku, keyakinan, dan
bahasa berbudaya-sama mereka (Creswell, 2015).
Anda
melaksanakan etnografi jika Anda memiliki akses ke suatu kelompok
berbudaya-sama sehingga Anda dapat membangun catatan terperinci tentang
perilaku dan kepercayaan mereka dari waktu ke waktu. Anda bisa menjadi
partisipan dalam kelompok atau sekedar menjadi pengamat, tetapi Anda
mengumpulkan catatan lapangan ekstensif, mewawancarai banyak orang dan
mengumpulkan surat-surat serta berbagai dokumen untuk memantapkan catatan tentang
kelompok berbudaya-sama itu (Creswell, 2015).
Bagaimana penelitian etnografi berkembang?
Rancangan etnografi berakar dari
studi antropologi dari masyarakat kecil, pedesaan (dan sering terpencil) yang
dilakukan di awal 1900-an, ketika para peneliti seperti Bronislaw Malinowski
dan Alfred Radcliffe-Brown berpartisipasi dalam masyarakat ini dalam waktu lama
dan didokumentasikan pengaturan sosial mereka dan sistem kepercayaan.
Pendekatan ini kemudian diadopsi oleh anggota Chicago School of Sociology
(misalnya, Everett Hughes, Robert Park, Louis Wirth) dan diterapkan ke berbagai
pengaturan perkotaan dalam studi mereka dari kehidupan sosial (Reeves et al., 2008).
Observasi
dan wawancara menjadi prosedur standar untuk mengumpulkan dan “di lapangan”. Di
samping
itu, di bawah para sosiolog di University of Chicago pada 1920-an sampai
1950-an, penelitian memfokuskan pada pentingnya meneliti suatu kasus tunggal-
apakah kasus itu adalah seorang individu, kelompok, perkampungan, atau unit
budaya yang lebih besar (Creswell, 2015).
Jenis data strategi penelitian etnografi
Tiga jenis data strategi penelitian etnografi yang
berguna dalam menilai dampak dari program intervensi atau inovasi kurikuler (untuk
skema alternatif untuk mengklasifikasikan penelitian evaluasi sesuai dengan
tujuan evaluatif keseluruhan, menyoroti studi kasus atau metode etnografi (LeCompte & Goetz, 1982):
Data dasar: informasi tentang manusia dan konteks
teknologi dari populasi penelitian dan pengaturan Program. fitur sosial,
psikologis, budaya, demografi, dan fisik konteks harus diidentifikasi, baik
untuk menilai dampak intervensi dan untuk menetapkan parameter yang dapat
mempengaruhi generalisasi untuk pengaturan lain dan populasi. Kerangka
kelembagaan dan hubungan dengan lembaga-lembaga lainnya harus diperiksa untuk
berbagai countervailing pengaruh menimpa pada perubahan dan stabilitas.
Proses Data: informasi menentukan apa yang terjadi
dalam perjalanan dari program kurikuler atau inovasi. Cara program atau intervensi
dan evaluasi didekati dan ditangani oleh peserta memberikan data untuk menilai
dampak dan keberhasilan intervensi.
Nilai Data: informasi tentang nilai-nilai peserta, administrator program, dan
kebijakan yang dibiayai program. Nilai-nilai implikasi dari suatu inovasi, yang
nilainya mendukung intervensi dan yang diabaikan, dapat mempengaruhi keputusan
tentang penyebaran lebih lanjut.
Tipe-Tipe Rancangan Etnografi
Etnografi Realis
Etnografi
realis adalah pendekatan populer yang digunakan oleh para antropolog budaya.
Dikarakteristikkan oleh Van Maanen (1998) dalam (Creswell, 2015),
ia merefleksikan posisi tertentu yang diambil oleh peneliti terhadap
individu-individu yang diteliti. Etnografi realis adalah penjelasan objektif
tentang situasi, yang biasanya ditulis dalam pandangan orang ketiga, yang
melaporkan secara objektif tentang informasi yang dipelajari dari partisipan di
lapangan. Hal berikut terjadi pada rancangan etnografi ini :
Etnografi
realis menarasikan penelitian dari suara orang ketiga yang tidak memihak dan
melaporkan tentang observasi terhadap para partisipan dan pandangan mereka.
Etnografer tidak menawarkan refleksi pribadi dalam laporan penelitiannya dan
tetap berada di latar belakang sebagai pelapor yang maha mengetahui “fakta”
Peneliti
melaporkan data objektif dengan gaya terukur yang tidak dicemari oleh bias,
tujuan politik, dan judgment pribadi.
Peneliti mungkin memberikan detail yang biasa-biasa saja tentang kehidupan
sehari-hari orang yang diteliti. Etnografer juga menggunakan kategori standar untuk
deskripsi budaya (misalnya, kehidupan keluarga, kehidupan kerja, jaringan
sosial, dan sistem status)
Etnografer
menghasilkan pandangan partisipan melalui kutipan yang diedit dengan cermat dan
memiliki kata final tentang interpretasi dan presentasi budaya.
Tipe
etnografi ini memiliki tradisi panjang antropologi budaya dan pendidikan. Contohnya,
Wolcott (1974, 1994) dalam
(Creswell, 2015)menginterpretasi
tindakan komite tersebut dalam kaitannya dengan kurangnya pengetahuan
professional, perilaku “mengurangi keragaman” mereka, dan keengganan sekolah
untuk berubah.
Tabel
1. Tipe-Tipe
Etnografi
Etnograf realis
Etnografi yang ditulis secara ilmiah dan objektif
Etnografi konfensional
Laporan pengalaman kerja lapangan etnografer
Riwayat hidup
Penelitian terhadap seorang individu yang berada di dalam konteks
budaya kehidupannya
Studi kasus etnografis
Analisis kasus seseorang, suatu peristiwa, kegiatan, atau proses yang
diletakkan pada perspektif budaya
|
Etnografi kritis
Kajian tentang pola-pola yang sama pada suatukelompok yang
termarjinalisasi dengan maksud advokasi tentang masalah kekuasaan dan
wewenang
Etnografi feminis
Kajian tentang perempuan dan praktik-praktik budaya yang melemahkan
dan menindas mereka
Etnografi pascamodern
Etnografi yang ditulis untuk menantang berbagai masalah dalam
masyarakat kita yang timbul akibat penekanan modern pada kemajuan dan
memarjinalisasi individu
Novel etnografi
Karya fiksi yang difokuskan pada aspek budaya suatu kelompokk.
|
Studi kasus
Studi
kasus adalah salah satu tipe penting etnografi, meskipun ia berbeda dengan
etnografi dalam beberapa hal penting. Peneliti studi kasus mungkin memfokuskan
pada sebuah program, peristiwa, atau tindakan yang melibatkan individu, bukan
kelompok atau
sendiri (Stake, 1995 dalam
Creswell,
2015).
Masalah-Masalah dalam Penelitian Etnografi
Masalah etik dalam etnografi berkaitan
dengan masalah kerja lapangan. Masalah etik ini melibatkan topik-topik seperti
mendapatkan akses ke lapangan, tinggal di lapangan, mengumpulkan data di lapangan, dan interaksi yang terjadi dengan berada
di lapangan penelitian (Creswell, 2015).
Kutipan dalam penelitian etnografi tidak
lengkap, tetapi hanya digunakan untuk menggambarkan kategori yang
diidentifikasi. Perlu dicatat bahwa responden terdiri dari sampel yang
terbatas, akibatnya, penyesuaian khusus mereka untuk peran guru belum tentu mewakili
populasi yang lebih besar (Pajak & Blasé, 1984).
Langkah-Langkah dalam Melaksanakan Etnografi
Langkah-langkah dalam melaksanakan etnografi melibatkan mulai
dengan ketertarikan untuk mengkaji sebuah tema budaya, mengidentifikasi sebuah bounded
site (tempat yang memiliki batas-batas tertentu), dan menelaah pola-pola
yang sama untuk sebuah kelompok. Peneliti melontarkan pertanyaan-pertanyaan penelitian umum untuk
mengidentifikasi pola perilaku, keyakinan, atau bahasa yang sama dan juga
mengumpulkan data lapangan ekstensif. Dari data ini, suatu potret umum tentang bagaimana kelompok berbudaya-sama bekerja
dikembangkan melalui deskripsi, analisis, dan interpretasi. Interpretasi dan penulisan sensitif
terhadap refleksivitas peneliti, dan beragam bentuk struktur
penulisan digunakan (Creswell, 2015).
Mengidentifikasi maksud dan tipe rancangan
dan mengaitkan maksud dengan permasalahan penelitian
Mendiskusikan tentang persetujuan akses
Menggunakan prosedur pengumpulan data
semestinya
Menganalisis dan Menginterpretasi Data dalam Suatu Rancangan
Menulis laporan yang konsisten dengan
rancangan
Bagaimana Cara Mengevaluasi Etnografi?
Untuk evaluator tradisional,
terbiasa dengan berbagai instrumen, skala penilaian, dan tes, teknik pengumpulan data yang paling umum
digunakan oleh etnografer mungkin tampak absurd sederhana. Alat utama etnografer adalah mata
dan telinga dan kemampuan sensorik lainnya, ditambah dengan koleksi bantu mekanis seperti
video-dan rekaman perekam dan masih dan kamera gerak-gambar (LeCompte & Goetz, 1982).
Kriteria untuk mengevaluasi sebuah
etnografi dimulai dengan menerapkan standar yang digunakan dalam penelitian
kualitatif. Setelah itu faktor-faktor khusus perlu dipertimbangkan dengan
semestinya dalam etnografi. Berdasarkan Fetterman (2010) dan Walcott (2008) dalam (Creswell, 2015).
Tabel 2. Mengevaluasi Kualitas Penelitian Etnografi
Kriteria Kualitas
|
Indikator Kualitas yang
Lebih Tinggi
|
Indikator Kualitas yang Lebih
Rendah
|
Elemen Kunci
|
||
Peneliti mengidentifikasi
suatu kelompok berbudaya-sama atau sebuah kasus untuk diteliti
|
Peneliti mengidentifikasi
dengan jelas kelompok berbudaya-sama dan menetapkan mengapa mereka penting
untuk diteliti
|
Peneliti tidak pernah
mengidentifikasi kelompok berbudaya-sama yang dimaksud dalam penelitian, dan
pembaca dibiarkan menduga-duga kelompok apa yang diteliti.
|
Etnografer memfokuskan
pada memahami sebuah konsep budaya
|
Peneliti mengambil dari
kepustakaan antropologi tentang “budaya” dan mengidentifikasi satu atau
beberapa konsep yang menjadi focus pemahaman tentang bagaimana kelompok
berbudaya-sama itu bekerja.
|
Peneliti menyebutkan
terlalu banyak konsep yang dieksplorasi pada kelompok budaya atau tidak mengidentifikasi
konsep budaya yang dieksplorasi dalam penelitian
|
Peneliti mencoba
mempelajari bagaimana kelompok berbudaya-sama menetapkan pola perilaku,
bahasa, dan kepercayaan dari waktu ke waktu
|
Peneliti mengumpulkan
data dalam ranah (setting) kelompok berbudaya sama selama jangka panjang
(misalnya, 6 bulan) dan mencatat informasi tentang berbagai perilaku, bahasa,
dan keyakinan
|
Peneliti hanya
menghabiskan waktu singkat dalam ranah (setting) kelompok berbudaya-sama
(misalnya, kurang dari 6 bulan) sehingga pola-pola perilaku, bahasa, dan
keyakinan tidak diperinci dengan jelas dalam penelitian
|
Etnografer menganalisis
multisumber data, termasuk wawancara dan observasi untuk pola-pola
|
Peneliti mengunjungi
“lapangan” di banyak kesempatan pengumpulan data, khususnya melalui wawancara
terperinci, membuat catatan lapangan dalam observasi, dan membuat catatan
tentang dokumen yang dikumpulkan
|
Peneliti membatasi
pengumpulan datanya pada satu bentuk data, misalnya wawancara, dan tidak
tinggal “lapangan” cukup lama untuk mengobservasi dan mengumpulkan berbagai
dokumen
|
Etnografer menyajikan
analisis data melalui deskripsi, pengembangan tema, dan interpretasi tentang
bagaimana kelompok berbudaya-sama itu bekerja.
|
Peneliti pertama-pertama
mendeskripsikan kerja kelompok berbudaya-sama setelah itu mengidentifikasikan
5-7 tema yang mengarakteristikan kelompok itu, dan terakhir membuat
interpretasi “bagaimana kelompok itu bekerja” melalui mengemukakan aturan
yang mengatur kelompok dari waktu ke waktu
|
Peneliti melewati bagian
mendeskripsikan kelompok dan langsung menganalisis temuan dalam kaitannya
dengan tema yang muncul dari waktu ke waktu. Di akhir, peneliti tidak
menyampaikan dengan jelas dalam rangkuman, bagaimana kelompok berbudaya-sama
itu bekerja.
|
Peneliti merefleksikan
tentang perannya di dalam penellitian dan bagaimana hal itu membentuk
interpretasinya
|
Peneliti, mungkin melalui
diskusi metode atau di tempat lain di dalam etnorgrafi, mendiskusikan
pengalaman pribadinya sendiri dengan kelompok berbudaya-sama itu dan
bagaimana pengalamannya mungkin telah membentuk deskripsi, tema, dan
interpretasinya tentang kelompok itu
|
Peneliti tetap berada di
latar belakang dan tidak memosisikan dirinya dalam penelitian etnografis.
Jadi, pembaca tidak belajar tentang peneliti dan bagaimana pengalaman
pribadinya mungkin telah membentuk etnografinya
|
Kriteria untuk Mengevaluasi Penelitian Etnografis
Dalam melaksanakan suatu etnografi
yang baik, seorang peneliti seharusnya memberi perhatian pada
pengidentifikasian suatu masalah budaya untuk diteliti, pemilihan suatu kelompok
untuk diobservasi atau diwawancarai dari waktu ke waktu, dan mencatat pola
perilaku, bahasa, dan keyakinan yang sama yang telah dikembangkan kelompok itu
dari. waktu ke waktu. Uraiannya perlu mendeskripsikan kelompok dan sekaligus
mengidentifikasi tema. Di samping itu, peneliti perlu memberikan bukti-bukti
tentang sikap refleksifnya terhadap perannya dalam penelitian.
Kerja Lapangan
Fieldwork
(Kerja lapangan) dalam etnografi berarti bahwa peneliti mengumpulkan data dalam
ranah (setting) di mana partisipan berlokasi dan di mana pola yang sama
dapat diteliti (Creswell, 2015).
Selama
kerja lapangan, etnografer menggunakan beragam teknik penelitian untuk
mengumpulkan data. Tabel 3, daftar komposit dari LeCompte dan Schensul (1999) dan
Wolcott (2008) dalam (Creswell, 2015),
memperlihatkan bentuk-bentuk pengumpulan data yang terutama kualitatif dan
beberapa bentuk pengumpulan data kuantitatif.
Tabel
3 Bentuk popular data yang dikumpulkan oleh etnografer
Percakapan santai
Riwayat hidup, wawancara siklus kehidupan
Wawancara informan kunci (partisipan)
Wawancara semi-terstruktur
Wawancara terstruktur
Survei
Sensus rumah tangga, etnogenealogi
Kuesioner (tertulis dan / atau lisan)
Teknik proyektif
Observasi (nonpartisipan sampai partisipan)
Tes
Analisis isi teks sekunder atau bahan visual
Wawancara kelompok terfokus
Teknik pembangkitkan ingatan (misalnya, melihat scrapbook dan
membicarakan tentang berbagai kenangan)
Bahan audiovisual (misalnya, rekaman audio atau visual, seperti
rekaman kamera)
Pemetaan spasial (misalnya, mencatat bagaimana data bervariasi di
berbagai unit, seperti kelompok dan instituisi)
Analisis jaringan (misalnya, mendeskripsikan jaringan dalam ruang dan
waktu)
|
Di
antara berbagai kemungkinan ini, observasi dan wawancara tak-terstruktur
popular di kalangan etnografer. Untuk melihat rentang pengumpulan data yang
dikumpulkan etnografer dalam penelitian, periksa bentuk yang digunakan oleh
Rhoads (1995) dalam (Creswell, 2015) berikut ini dalam
penelitian etnografisnya tentang kehidupan fraternity:
Dua
belas wawancara terstruktur formal yang berlangsung antara 1 sampai 2 jam
Enam
belas wawancara yang tidak begitu formal yang dicatat dalam catatan yang
ditulis tangan.
Partisipasi
dalam pesta terbuka fraternity maupun ritual tertutup yang hanya terbuka
bagi sedikit orang luar.
Diskusi
berkelanjutan dengan beberapa partisipan kunci yang menjelaskan signifikansi
berbagai praktik fraternity.
Tinjauan
terhadap banyak dokumen, termasuk handbook Yunani universitas, notulen
dari rapat cabang, makalah kuliah, dan kebijakan kewajiban fraternity.
Deskripsi, Tema, dan Interpretasi
Deskripsi
dalam etnografi adalah uraian terperinci tentang individu dan tempat kejadian
untuk menggambarkan apa yang terjadi di kelompok berbudaya-sama itu. Deskripsi itu perlu terperinci dan kental,
dan perlu mengidentifikasi seluk-beluk. Hal ini berfungsi untuk menempatkan
pembaca secara figuratif dalam ranahnya, membawa pembaca ke tempat kejadian
aktualnya, dan membuatnya nyata. Hal ini melibatkan pembangunan pancaindra
pembaca melalui kata sifat, kata benda, dan kata kerja yang memunculkan bunyi,
penglihatan perasaan, dan bau. Hal ini berarti mendeskripsikan kejadian,
kegiatan dan tempat tanpa membelok terlalu jauh dari tempat kejadian aktual
yang menjadi perhatian dan orang yang berbagi pola perlu dibedakan.
Uraian-uraian yang “mendeskripsikan” panjang dan terperinci. Kadang-kadang,
etnografer atau penulis studi kasus memberikan suatu deskripsi mulai dari
gambaran umum ke ranah spesifik dimana sebuah kejadian atau beberapa kejadian
terjadi. Contohnya, gambar 1
yang memetakan uraian deskriptif dalam penelitian tentang seorang penembak di kampus
(Assumen & Creswell, 1995)
dalam Creswell (2015). Peneliti mulai dengan
mendeskripsikan kotanya, setelah itu mempersempit deskripsinya ke kampus itu,
dan terakhir memfokuskan pada ruang kelas di mana insiden itu terjadi.
Gambar
1. Deskripsi
dari luas ke sempit dalam studi kasus Penembak
Perbedaan antara deskripsi dan analisis
tema tidak selalu jelas. Analisis tema menghindari melaporkan "fakta” dan
membuat interpretasi tentang orang dan kegiatan. Sebagai bagian dari menjelaskan
informasi, analisis data tematik dalam etnografi terdiri atas mendistilasi
bagaimana berbagai hal bekerja dan menamai fitur esensial dalam tema yang ada
dalam ranah budaya. Sesuai dengan proses tentang mendeskripsikan dan
mengembangkan tema dari data, etnografer inensegmentasi teks (atau gambar),
mengode mereka, dan merumuskan sejumlah kecil tema yang tidak saling
tumpang-tindih. Akan tetapi, dalam etnografi, tema ini memetakan pola perilaku,
berpikir, atau berbicara yang sama. Kesulitannya terletak pada mengurangi
tema-tema menjadi sejumlah kecil tema dan memberikan bukti yang adekuat untuk
masing-masing tema.
Penjelasan Craswell
(2015) mengenai tema-tema
tampak dalam etnografi yang dideskripsikan di bawah ini:
Dalam penelitian etnografi tentang
resolusi konflik antara anak-anak “yang berkembang secara tipikal” dan
anak-anak dengan disabilitas di prasekolah terpadu, Malloy dan McMurray
menemukan beberapa konflik yang berkaitan dengan tujuan, oposisi, strategi,
hasil, dan peran guru.
Goodman & d Adler dalam Craswell
(2015) menejelaskan sebuah
studi kasus menelaah perspektif para guru terhadap ilmu pengetahuan sosial di
sekolah dasar. Student teachers
melihat ilmu pengetahuan sosial sebagai non-subjek, hubungan manusia,
indoktrinasi kewarganegaraan, pengetahuan sekolah, inti kurikulum dasar
integratif dan sebagai pendidikan untuk aksi sosial.
Setelah deskripsi dan analisis, sampai
pada interpretasi. Di bagian interpretasi dalam etnografi, etnografer menarik
inferensi dan membentuk kesimpulan tentang apa yang telah dipelajari. Fase
analisis ini paling subjektif. Peneliti menghubungkan deskripsi dan tema
kembali ke potret yang lebih besar dari apa yang telah dipelajari, yang sering
kali merefleksikan kombinasi tertentu antara peneliti yang membuat asesmen
pribadi, kembali ke kepustakaan tentang tema budaya, dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan lebih jauh berdasarkan data. Hal ini mungkin juga
termasuk menangani masalah-masalah yang timbul selama kerja lapangan, yang
membuat penjelasannya tentatif atau paling jauh hipotetis. Dalam etnografi
Raul, seorang anak laki-laki 12 tahun dengan berbagai disabilitas, dan saudara
laki-laki, keluarga, dan temannya (Harry et a1., 1998 dalam Craswell,
2015), interpretasi
terdiri atas penulis merefleksikan tentang perbedaan antara pengasingan dalam
ranah non keluarga dan penerimaan tanpa syarat dalam keluarga.
Konteks atau Ranah
Konteks untuk etnografi adalah ranah,
situasi, atau lingkungan di sekitar kelompok budaya yang diteliti. Konteks ini
multilapis dan saling berkaitan, yang terdiri atas faktor-faktor seperti
sejarah, agama, politik, ekonomi, dan lingkungan (Fetterman, 2010) dalam Craswell
(2015). Konteks ini
mungkin berupa lokasi fisik, misalnya deskripsi tentang sekolah, keadaan
gedung, warna dinding ruang kelas, atau suara-suara yang terdengar di aula.
Konteks juga bisa berupa konteks historis individu-individu dalam kelompok,
apakah mereka pernah mengalami penindasan atau dominasi atau orang yang baru
saja tiba dan excited dengan negari baru mereka. Atau berupa kondisi sosial
individu-individu, reuni teman-téman lama mereka untuk membangun kekerabatan,
status mereka sebagai suatu profesi, atau pendapatan dan mobilitas geografis
mereka. Kondisi ekonomi juga bisa termasuk tingkat pendapatan, latar belakang
kelas pekerja atau kerah biru, atau sistem keuangan yang membnat
individu-individu tetap berada di tingkat miskin.
Refleksivitas Peneiliti
Refleksivitas dalam etnografi mengacu pada
peneliti yang menyadari tentang dan mendiskusikan secara terbuka perannya dalam
penelitian, dengan cara yang menghormati tempat dan partisipan. Oleh karena
penelitian etnografis melibatkan tinggal di suatu tempat dalam waktu yang lama,
peneliti peduli dengan dampak keberadaannya pada tempat dan orangnya.
Etnografer menegosiasikan masuknya ke tempat itu dengan individu-individu kunci
dan merencanakan untuk meninggalkan tempat itu dengan sesedikit mungkin menimbulkan
gangguan. Sebagai individu yang memiliki sejarah dan latar belakang budayanya sendiri,
etnografer menyadari bahwa interpretasinya hanya salah satu kemungkinan.
Penelitian
Narasi
Pengertian penelitian narasi
Menurut Creswell (2009) dalam (Sugiyono, 2014) “Narrative research is a qualitative strategy in
which the researcher studies the kivess of individuals and aks one or more
individuals to provide stories about their lives. His information is then often
retolt or restoried by the researcher into a narrative chronology. Artinya,
Penelitian Narative adalah merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif, di
mana peneliti melakukan studi terhadap satu orang individu atau lebih untuk
memperoleh data tentang sejarah perjalanan dalam kehidupannya. Data tersebut
selanjutnya oleh peneliti disusun menjadi laporan yang narrative dan
kronologis.
Narasi
mempelajari dari berbagai perspektif. Mishler (1986) dalam Craswell
(2015) menyatakan bahwa analisis naratif
menekankan kepada:
a)
Hal-hal tekstual , atau perangkat sintaksis dan semantik internal menghubungkan
bagian dari teks
b)
Hal-hal Ideasional, atau makna referensial dari apa yang dikatakan
c)
Hal-hal Interpersonal, atau hubungan peran antara pembicara dan pendengar yang tercermin dalam percakapan.
Analisis
naratif telah memasukkan teknik sosiolinguistik, ethnomethodological dan
fenomenologis. Penelitian
narasi juga dapat dikategorikan sebagai deskriptif dan eksplanatori (Sandelowski, 1991) dalam Craswell (2015) .
Tabel 4
|
||
Beberapa contoh tipe bentuk penelitian naratif
|
||
Autobiografi
|
Dokumen pribadi
|
Autoetnografi
|
Biografi
|
Dokumen kehidupan
|
Etnopsikologi
|
Life writing
|
Cerita kehidupan dan
riwayat hidup
|
Person-centered
ethnographies
|
Persona/ accounts
|
Riwayat lisan
|
Popular memories
|
Narasi pribadi
|
Etnohistori
|
Testimonios Amerika Latin
|
Wawancara naratif
|
Etnobiografi
|
Memoar Polandia
|
Ciri-Ciri Khusus Kunci Rancangan Naratif
Terlepas dari banyaknya bentuk penelitian
naratif, mereka memiliki beberapa ciri khusus yang sama. Sebelum meninjau
ciri-ciri khusus kuncinya, kami mendiskusikan mereka secara umum dan
menghubungkannya dengan ciri-ciri khusus penelitian kualitatif.
Seperti ditunjukkan dalam Tabel 5 peneliti
naratif mengeksplorasi permasalahan penelitian pendidikan dengan memahami
pengalaman seorang individu. Seperti pada kebanyakan penelitian kualitatif,
tinjauan kepustakaan memainkan peran kecil, khususnya dalam mengarahkan
pertanyaan penelitian, dan peneliti menekankan pentingnya belajar dari
partisipan dalam suatu ranah. Pembelajaran ini terjadi melalui cerita yang
dikisahkan oleh individu, seperti guru atau siswa. Cerita merupakan datanya,
dan peneliti biasanya mengumpulkannya melalui wawancara atau percakapan
informal. Cerita ini, yang disebut field texts (teks lapangan)
(Clandinin & Connelly, 2000), menyediakan data kasar bagi peneliti untuk
dianalisis ketika mereka menceritakan kembali kisah itu berdasarkan elemen naratif,
seperti permasalahan, tokoh, ranah, tindakan, dan resolusi (Ollerenshaw &
Creswell, 2000) dalam (Creswell, 2015). Dalam proses ini, peneliti menarasikan
cerita dan sering kali mengidentifikasi tema atau kategori yang muncul. Jadi,
analisis data kualitatifnya mungkin berupa deskripsi cerita dan tema yang
muncul darinya. Di samping itu, peneliti sering kali menuliskan ke dalam cerita
yang disusun kembali kronologi kejadian yang mendeskripsikan pengalaman
individu di masa lalu, sekarang, dan yang akan datang dalam ranah atau konteks
tertentu. Sepanjang proses mengumpulkan dan menganalisis data ini, peneliti
berkolaborasi dengan partisipan dengan memeriksa ceritanya dan menegosiasikan
makna basis-datanya. Di samping itu, peneliti dapat menjalinkan cerita
pribadinya ke dalam laporan final.
TABEL 5
|
||
Mengidentifikasi
permasalahan penelitian
|
Permasalahan
kualitatif membutuhkan eksplorasi dan pemahaman
|
Mencoba memahami dan
merepresentasikan pengalaman melalui cerita-cerita yang
dialami dan dikisahkan oleh individu (individu)
|
Tinjauan kepustakaan
|
kepustakaan
kualitatif rnemainkan peran kecil
Kepustakaan kualitatif menjustifikasi permasalahan
penelitian
|
Mencoba meminimalkan
penggunaan kepustakaan dan memfokuskan pada pengalaman individu)
|
Mengembangkan
pernyataan tentang maksud penelitian dan pertanyaan penelitian
|
Pernyataan tentang
maksud penelitian dan pertanyaan penelitian kualitatifnya luas dan umum
Pernyataan tentang
maksud penelitian dan pertanyaan penelitian kualitatif mencari pengalaman
partisipan
|
Mencoba
mengeksplorasi makna pengalaman individu seperti yang dikisahkan melalui
suatu cerita atau berbagai cerita.
|
Mengumpulkan data kualitatif
|
Pengumpulan data kualitatif
didasarkan pada penggunaan protokol yang dikembangkan penelitian.
Pengumpulan data
kualitatif melibatkan mengumpulkan data teks atau
gambar.
Pengumpulan data
kualitatif melibatkan mempelajari sejumlah kecil individu atau tempat
|
Mencoba mengumpulkan field
texts (teks lapangan) yang mendokumentasikan cerita individu dengan
kata-katanya sendiri,
|
Menganalisis dan
menginterpretasi data kualitatif
|
Analisis data
kualitatif berupa analisis teks
|
Mencoba menganalisis
cerita dengan menceritakan kembali kisah individu.
Mencoba menganalisis
cerita dengan mengidentifikasi tempat atau kategori informasi.
Mencoba menempatkan
cerita dalam tempat atau ranahnya.
Mencoba menganalisis
cerita untuk informasi kronologis tentang masa lalu, masa kinii dan masa
depan individu.
|
Menulis dan
mengevaluasi penelitian
|
Penelitian kualitatif
melaporkan penggunaan struktur yang fleksibel dan yang muncul serta kriteria
evaluasinya.
Peneliti kualitatif
mengambil pendekatan refleksif dan terbias.
|
Mencoba berkolaborasi
dengan partisipan ketika menulis penelitian
Mencoba menulis ceritanya dengan cara bercerita (storytelling) yang fleksibel
Mencoba mengevaluasi
penelitian berdasarkan kedalaman, keakuratan persuasivitast dan realisme
ceritanya.
|
Tabel 6
Ciri-ciri utama penelitian
naratif
|
Pengalaman seorang individu—interaksi sosial dan personal
|
Kronologi pengalaman—pengalaman
dimasa lalu sekarang, dan yang akan datang
|
Cerita kehidupan—cerita lisan
tentahg tindakan orang-penama yang field texts (data)
|
Menceritakan kembali (atau
mengisahkan kembali atau mengembangkan metastory) dari field texts.
|
Mengode field texts untuk
menemukan tema atau kategori
|
Memasukkan konteks atau tempat ke
dalam cerita atau tema
|
Kolaborasi antara peneliti dan
partisipan dalam penelitian, misalnya menegosiasikan feld texts
|
Sumber: Diadaptasi dari Clandinin dan
Connelly (2000), Lieblich et al. (1998), dan Riessman (2008) dalam (Creswell, 2015).
Pengalaman Individu
Dalam penelitian naratif, peneliti sering
kali meneliti seorang individu tunggal. Peneliti naratif memfokuskan pada
pengalaman seorang individu atau lebih. Meskipun lebih jarang, peneliti mungkin
meneliti lebih dari seorang individu (McCarthey, 1994) dalam (Creswell, 2015).
Selain penelitian/kajian terhadap seorang
individu, peneliti paling tertarik mengeksplorasi pengalaman individu tersebut. Clandinin dan Connelly (2000), pengalaman dalam
penelitian naratif ini bersifat personal, yaitu apa yang dialami
individu, dan sosial, individu yang berinteraksi dengan orang lain. Fokus pada
pengalaman ini berdasarkan pemikiran filosofis dari John Dewey, yang melihat
bahwa pengalaman individu adalah lensa sentral untuk memahami seseorang. Salah
satu aspek pemikiran Dewey adalah melihat pengalaman sebagai sesuatu yang
berkelanjutan (Clandinin & Connelly, 2000), di mana suatu pengalaman akan
memunculkan pengalaman yang lain. Jadi, peneliti naratif memfokuskan pada
memahami riwayat atau pengalaman masa lalu individu dan bagaimana pengalaman itu
memberikan kontribusi pada pengalaman saat ini dan yang akan datang.
Kronologi Pengalaman
Memahami masa lalu maupun masa kini dan
masa depan individu adalah elemen kunci lain dalam penelitian naratif. Peneliti
naratif menganalisis dan melaporkan suatu kronologi pengalaman seorang
individu. Ketika peneliti memfokuskan pada memahami pengalaman ini, pengalaman
itu memunculkan informasi tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan
partisipan. Kronologi dalam rancangan naratif berarti bahwa peneliti
menganalisis dan menulis tentang kehidupan seorang individu dengan menggunakan
sekuensi waktu atau kronologi kejadian. Cortazzi (1993) dalam (Creswell, 2015) mengatakan bahwa kronologi penelitian
naratif menekankan sekuensi, yang membedakan narasi dari genre-genre penelitian
lainnya. Contohnya, dalam suatu penelitian tentang penggunaan teknologi
komputer oleh seorang guru di sebuah ruang kelas SMA, peneliti akan memasukkan
informasi tentang pengenalan komputer oleh sang guru, penggunaan komputer saat
ini, dan tujuan serta cita-citanya di masa mendatang. Cerita yang dilaporkan
oleh peneliti akan memasukkan diskusi tentang sekuensi kejadian untuk guru
tersebut.
Mengumpulkan Cerita Individu
Untuk mengembangkan perspektif kronologis
pengalaman individu, peneliti naratif minta kepada partisipan untuk
menceritakan sebuah kisah (atau beberapa kisah) tentang pengalamannya. Peneliti
naratif menekankan pada pengumpulan cerita yang dikisahkan kepada mereka oleh
individu atau yang dikumpulkan dari beragam field texts. Cerita ini
mungkin akan timbul selama percakapan kelompok informal atau dari wawancara
satu-lawan-satu. Sebuah cerita dalam penelitian naratif adalah cerita lisan
orang pertama atau penceritaan kembali tentang seorang individu. Sering kali,
cerita ini memiliki awal, pertengahan, dan akhir. Serupa dengan elemen dasar
yang ditemukan dalam novel yang bagus, aspek ini melibatkan suatu situasi yang
sulit, konflik, atau pergulatan; seorang protagonis atau tokoh cerita; dan
sekuensi yang menyiratkan kausalitas (plot) di mana situasi sulit itu
diatasi dengan cara tertentu (Carter, 1993) dalam (Creswell, 2015). Dalam pengertian yang lebih umum, cerita
itu mungkin memasukkan elemen-elemen yang lazim ditemukan dalam novel, seperti
waktu, tempat, plot, dan adegan (Connelly & Clandinin, 1990). Bagi mereka
yang melihat narasi dari perspektif sastra, sekuensi itu mungkin adalah
pengembangan plot selama ceritanya dibentangkan, munculnya sebuah krisis atau
titik balik, dan kesimpulan atau resolusi. Peneliti naratif berharap untuk
menangkap alur cerita ini selama mereka mendengarkan individu bercerita.
Peneliti naratif mengumpulkan cerita dari
beberapa sumber data. Field texts (teks lapangan) merepresentasikan
informasi dari sumber-sumber yang berbeda yang dikumpulkan oleh peneliti dalam
suatu rancangan naratif. Sampai titik ini, contoh kita telah mengilustrasikan
pengumpulan cerita dengan menggunakan diskusi, percakapan, atau wawancara antara
seorang peneliti dengan seorang individu. Akan tetapi, cerita juga bisa
bersifat autobiografis, di mana peneliti merefleksikan tentang ceritanya dan
menjalinkan cerita itu dengan cerita orang lain. Sering kali, peran peneliti
dalam proses penelitian mungkin bersifat æntral, di mana mereka menemukan
dirinya ada berada dalam cerita yang jalin-menjalin (Clandinin & Connolly,
2000, hlm. 63). Jurnal (catatan harian) adalah bentuk lain untuk mengumpulkan
cerita, seperti halnya catatan lapangan (field notes) yang ditulis oleh
peneliti atau partisipan. Surat-surat menyediakan data yang berguna.
Surat-surat tersebut mungkin berisi tulisan balas-membalas di antara para
partisipan, di antara para kolaborator penelitian, atau antara peneliti dan
partisipan (Clandinin & Connelly, 2000). Cerita, foto, dan kotak kenangan
keluarga—kumpulan benda yang memicu ingatan kita—adalah bentuk lain yang
digunakan untuk mengumpulkan cerita dalam penelitian naratif.
Langkah-langkah penelitian naratif
Gambar 2
7
langkah utama penelitian naratif:
Langkah
1. Mengidentifikasi Suatu Fenomena yang Menjawab
Permasalahan Penelitian Untuk Dieksplorasi
Seperti
semua proyek penelitian, prosesnya dimulai dengan memfokuskan pada suatu
permasalahan penelitian untuk diteliti dan mengidentifikasi, dalam penelitian
kualitatif, suatu fenomena sentral untuk dieksplorasi. Meskipun fenomena yang
dimaksud dalam narasi adalah ceritanya (Connely & Clandinin, 1990). Anda
tidak perlu mengidentifikasi suatu isu atau masalah.
langkah 2. Sengaja Memilih Seorang individu. Dari Mana
Anda Dapat Belajar tentang Fenomena yang Dimaksud
Selanjutnya
Anda menemukan seorang individu atau individu-individu yang dapat memberikan
pemahaman tentang fenomena yang dimaksud. Partisipan bisa seseorang yang tipikal
atau seseorang yang kritis bagi penelitian karena telah mengalami masalah atau
situasi tertentu. Di samping itu juga ada opsi-opsi lain untuk pengambilan
sampel. Meskipun banyak penelitian naratif hanya menelaah seorang individu
saja, Anda juga dapat meneliti beberapa individu dalam suatu proyek masing
-masing dengan cerita yang berbeda, yang mungkin bertentangan atau saling
mendukung satu sama lain.
Langkah 3. Mengumpulkan Cerita dari individu Tersebut
Niat
Anda adalah untuk mengumpulkan field texts yang akan menyediakan cerita
tentang pengalaman seorang individu. Mungkin cara terbaik untuk mendapatkan
cerita adalah minta kepada individu tersebut untuk menceritakan pengalamannya
melalui percakapan pribadi atau wawancara. Anda juga dapat mengumpulkan field
texts lain, misalnya:
Meminta
individu untuk mencatat ceritanya dalam catatan harian atau buku harian
Mengamati
individu dan membuat muatan lapangan
Mengumpulkan
surat yang dikirim oleh individu
Merangkai
cerita tentang individu dari para anggota keluarga
Mengumpulkan
dokumen, seperti memo atau korespondensi resmi, tentang individu .
Mendapatkan
foto, kotak kenang dan artefak pribadi/
keluarga/sosial lain
Mencatat pengalaman hidup individu (misalnya
menari, teater, musik, film, seni, dan sastra; (Clandinin & connelly
2000)
dalam Craswell (2015).
Langkah 4. Menceritakan Kembali Kisah Individu
Setelah
itu, meninjau data yang berisi cerita lalu menceritakan kembali. Proses ini
melibatkan pemeriksaan data kasar, mengidentifikasi elemen-elemen suatu cerita
di dalamnya, mengurutkan atau mengorganisasikan elemen-elemen cerita, dan
kemudian menyuguhkan kisah yang diceritakan kembali, yang menyampaikan
pengalaman individu. Anda menggunakan restorying karena pendengar dan
pembaca akan lebih memahami cerita yang diceritakan oleh partisipan jika Anda
menatanya dalam urutan yang logis.
Elemen-elemen
apa yang Anda identifikasi dalam data kasar untuk cerita Anda? Bagaimana Anda
menata elemen-elemen ini dalam cerita Anda? Peneliti naratif berbeda-beda
tentang elemen-elemen yang akan dipilih, meskipun secara umum Anda dapat
menyebutkan elemen-elemen naratif seperti yang ditemukan dalam analisis sastra
terhadap suatu novel. Contohnya, waktu, tempat, plot, dan adegan merupakan elemen-elemen
utama yang dicari dalam cerita oleh peneliti (Connelly & Clandinin, 1990).
Dengan memfokuskan pada plot, Anda akan dapat mengidentifikasi suatu abstrak
kejadian atau tindakan, mengorientasikan pendengar, menyampaikan tindakan yang
memperumit, mengevaluasi maknanya, dan mengatasi tindakan itu (Cortazzi, 1993)
dalam (Creswell, 2015).
Peneliti lain mugkin menelaah cerita untuk menemukan ranah (setting),
tokoh, tindakan, permasalahan, dan resolusi (Ollerenshaw & Creswell, 2000).
Meskipun ada beberapa strategi analitik untuk, menemukan dan mengurutkan suatu
cerita, semua prosedur mengurutkan cerita untuk pembaca dan pendengar dengan
menggunakan elemen-elemen sastra.
Langkah 5. Berkolaborasi dengan Partisipan yang
Menceritakan Kisahnya
Langkah
ini berinteraksi dengan semua langkah lain dalam proses. Anda berkolaborasi
secara aktif dengan partisipan selama proses penelitian. Kolaborasi ini bisa
mengambil beberapa bentuk, misalnya, menegosiasikan entry ke tempat dan
partisipan penelitian, bekerja dekat dengan partisipan untuk mendapatkan field
texts untuk menangkap pengalaman individu, dan menulis serta menceritakan
kisah individu dengan kata-kata peneliti.
Langkah 6. Menulis Cerita tentang Pengalaman
Partisipan
Langkah
utama dalam proses penelitian adalah penulis menulis dan menyajikan cerita
tentang pengalaman individu. Meskipun tidak ada cara tunggal untuk menulis
laporan naratif, akan membantu ' untuk memasukkan beberapa fitur narasi. Kisah
yang Anda ceritakan kembali tentu menduduki tempat sentral dalam laporan
naratif. Di
samping itu, Anda dapat memasukkan suatu analisis untuk menyoroti tema tertentu
yang muncul selama cerita itu. Biasanya, Anda tidak memasukkan bagian
kepustakaan; alih-alih, Anda memasukkan kepustakaan dan penelitian tentang
permasalahan ke dalam bagian-bagian akhir penelitian. Oleh karena pembaca
sering kali tidak familier dengan narasi, Anda dapat menulis suatu bagian
tentang pentingnya penelitian naratif dan prosedur yang terlibat di dalamnya
sehingga Anda dapat memberi tahu pembaca tentang penelitian naratif Anda.
Seperti semua penelitian kualitatif, Anda hadir dalam laporan naratif itu, dan
Anda menggunakan kata ganti orang pertama untuk menyebut diri Anda.
Langkah 7. Memvalidasi Keakuratan Laporan
Anda
juga perlu memvalidasi keakuratan cerita naratif Anda. Jika ada kolaborasi
dengan partisipan, validasi ini bisa terjadi di sepanjang proyek. Beberapa
praktik validasi, seperti member checking, mentriangulasi di antara
sumber data, dan mencari bukti-bukti yang mendiskonfirmasi, berguna untuk
menentukan keakuratan dan kredibilitas suatu cerita naratif.
Restorying
Setelah individu menceritakan tentang
pengalamannya, peneliti naratif menyampaikan kembali (atau menceritakan kembali
atau memetakan kembali) cerita itu dengan katækatanya sendiri. Peneliti
melakukan hal itu untuk memberikan urut-urutan dan sekuensi pada suatu cerita
yang mungkin dikisahkan secara tidak berurutan. Restorying (menceritakan
kembali) merupakan proses di mana peneliti mengumpulkan cerita-cerita,
menganalisis mereka untuk menemukan elemen-elemen kunci cerita (misalnya,
waktu, tempat, plot, dan adegan), dan setelah itu menuliskan kembali
cerita itu untuk menempatkannya dalam urut-urutan kronologis. Ketika individu
bercerita, sekuensi ini sering kali hilang atau dikembangkan secara tidak
logis. Dengan menceritakan kembali, peneliti memberikan sekuensi kronologis dan
kaitan sebab-akibat di antara ide-ide. Ada beberapa cara untuk menceritakan
kembali suatu narasi.
Periksa transkrip, yang ditunjukkan dalam
Tabel 4, dari proyek naratif yang mengkaji perilaku merokok remaja (Ollerenshaw
& Creswell, 2000). Tabel ini memperlihatkan proses menceritakan kembali
data wawancara untuk seorang siswa SMA yang berusaha berhenti merokok.
Prosesnya melibatkan tiga tahap:
Peneliti melaksanakan wawancara dan
mentranskripsikan pembicaraannya dari rekaman suara. Transkripsi ini di tunjukan di kolom
pertama data kasarnya.
Selanjutnya, penelitian naratif
meretranskipkan data kasarnya dengan mengidentifikasi elemen-elemen kunci
cerita. Hal ini ditunjukkan dalam kolom kedua. Kunci di bagian bawah tabel
menunjukkan kode-kode yang digunakan oleh peneliti untuk mengidentifikasi
setting tokoh cerita tindakan [a], masalah [p], dan resolusi [r] dalam
ettanskripsi siswa tersebut.
Terakhir, peneliti naratif menceritakan
kembali kisah siswa tersebut dengan mereorganisasi kode-kode kuncinya ke dalam
sebuah sekuensi. Sekuensi yang ditampilkan dalam uraian ini adalah ranah, tokoh
tindakan, permasalahan, dan resolusi, meskipun peneliti naratif lain mungkin
melaporkan elemen-elemen ini dengan urut-urutan berbeda. Penceritaan kembali ini
dimulai dengan tempat (McDonald's), tokoh (siswa), dan setelah itu kejadian
(perilaku, misalnya "gemetaran" atau "hiper").
Peneliti mengolah lagi transkripsinya untuk
mengidentifikas elemen-elemen ceritanya dan menceritakan kembali elemen-elemen
itu ke dalam sekuensi kegiatan logis. Untuk mengidentifikasi dengan jelas
elemen-elemen ini, peneliti dapat mengorganisasikan mereka ke dalam suatu tabel
yang serupa dengan Tabel 5. Tabel ini mendeskripsikan lima elemen yang
digunakan dalam penceritaan kembali (Ollerenshaw, 1998) dalam Craswell (2015). Ranah adalah situasi spesifik cerita, yang
diilustrasikan oleh faktor-faktor seperti waktu, tempat, atau tahun. Peneliti
mungkin mendiskusikan tokoh-tokoh dalam suatu cerita sebagai arketipe-arketipe
atau memotret mereka melalui kepribadian, perilaku, gaya, atau pola mereka.
Tindakan adalah gerakan individu dalam itu, misalnya pemikiran atau perilaku
tertentu yang terjadi selama cerita. Permasalahan merepresentasikan pertanyaan
atau kekhawatiran yang timbul selama cerita atau fenomena yang perlu
dideskripsikan atau dijelaskan. Resolusi adalah hasil penanganan permasalahan
jawaban atas pertanyaan atau kesimpulan yang dicapai dalam cerita. Hal ini mungkin
melibatkan penjelasan tentang apa yang menyebabkan tokohnya mengalami perubahan
dalam cerita itu.
Elemen ranah, tokoh, tindakan,
permasalahan, dan resolusi hanya mengilustrasikan satu contoh elemen-elemen
yang dicari peneliti naratif ketika mereka menceritakan kembali pengalaman
seorang individu. Mereka juga dapat menggunakan elemen-elemen struktur naratif
ruang tiga dimensi yang dikemukakan oleh Clandinin dan Connelly (2000) dalam Craswell (2015). Seperti ditunjukkan dalam Tabel 5, tiga dimensi interaksi,
kontinuitas, dan situasi menciptakan
Tipe-Tipe Rancangan Naratif
Penelitian naratif menerapkan banyak
bentuk. Jika Anda berencana untuk melaksanakan penelitian naratif, Anda perlu
mempertimbangkan tipe penelitian naratif yang akan dilaksanakan. seperti
ditunjukkan dalam Gambar 2. Bagi individu-individu yang merencanakan penelitian
naratif, masing-masing tipe narasi menyediakan struktur untuk melaksanakan
penelitian dan referensi yang sudah siap untuk cara melaksanakan proyek yang
akan diakui oleh fakultas, peninjau jurnal, dan penerbit buku. Bagi mereka yang
membaca penelitian naratif, tidak terlalu penting untuk mengenali ciri-ciri
khusus esensial tipe-tipe itu. Lima pertanyaan yang didiskusikan di sub-sub bagian
berikut ini akan membantu dalam menentukan tipe penelitian naratif Anda.
Siapa yang Menulis atau Mencatat Cerita?
Menentukan siapa yang akan menulis dan
mencatat cerita individu adalah perbedaan mendasar dalam penelitian naratif.
Biografi ada~ lah bentuk penelitian naratif di mana peneliti menulis dan
mencatat pengalaman kehidupan orang lain. Biasanya, peneliti menyusun biografi
dari catatan dan arsip (Angrosino, 1989) dalam (Creswell, 2015), meskipun peneliti kadang-kadang
menggunakan sumber-sumber informasi lain, seperti wawancara dan foto. Dalam autobiografi,
individu yang menjadi subjek penelitian menulis ceritanya.
Sebuah
ruang penelitian “metaforik” (hlm.50) yang menentukan penelitian
naratif. Ketika peneliti mengonstruksikan cerita mereka (baik ceritanya atau
cerita orang lain), mereka akan memasukan informasi tentang:
Interaksi:
Interaksi pribadi yang didasarkan pada perasaan, harapan, reaksi, dan disposisi
seorang individu maupun interaksi sosial untuk memasukan orang lain dan minat,
maksud asumsi, serta sudut pandang mereka.
Kontinuitas:
Pertimbangan tentang masa lalu yang diingat, masa kini yang berkaitan dengan
pengalaman suatu kejadian, dan masa mendatang, melihat kemungkinan pengalaman
yang akan terjadi.
Situasi:
Informasi tentang konteks, waktu dan tempat dalam sebuah ranah fisik, dengan
batas-batas serta niat, maksud, dan sudut pandang yang berbeda.
TABEL 7
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Mengode untuk Tema
Seperti
semua penelitian kualitatif, datanya dapat didegmentasi menjadi tema. Peneliti
naratif dapat mengode cerita ke dalam tema atau katagori. Identifikasi tema
menghadirkan kompleksitas cerita dan menambahkan kedalaman pada insight
tentang memahami pengalaman individu. Seperti semua penelitian kualitatif,
peneliti mengidentifikasi sejumlah kecil tema, misalnya lima sampai tujuh tema.
Peneliti memasukkannya sebagai bagian terpisah dalam penelitian. Peneliti
naratif biasanya menyuguhkan tema ini setelah menceritakan kembali kesahnya.
Konteks atau Ranah
Peneliti
naratif mendeskripsikan secara terperinci ranah atau konteks di mana individu
mengalami fenomena sentral. Dalam menceritakan kembali kisah partisipan dan
penceritaan tema, peneliti naratif memasukkan detail yang kaya tentang ranah
atau konteks pengalaman partisipan. Ranah dalam penelitian naratif mungkin
adalah teman, keluarga, tempat kerja, rumah, organisasi social, atau
sekolah-sekolah tempat di mana suatu cerita secara fisik terjadi. Pada beberapa
penelitian naratif, kisah yang diceritakan kembali tentang seorang pendidik
mungkin sebenarnya di mulai dengan deskripsi tentang ranah atau konteks sebelum
peneliti naratif menyampaikan tentang kejadian atau tindakan dalam cerita. Pada
kasus lain, informasi tentang ranah terjalin di sepanjang cerita.
Berkolaborasi dengan Partisipan
Di
sepanjang proses penelitian, peneliti berkolaborasi dengan individu yang
diteliti. Kolaborasi dalam penelitian naratif berarti bahwa peneliti secara
aktif melibatkan partisipan dalam penelitian secara ceritanya dibeberkan. Kolaborasi
ini dapat melibatkan banyak langkah dalam proses penelitian, mulai dari
memformulasikan fenomena sentral sampai memutuskan tipe field text yang
mana yang akan mendapatkan informasi yang membantu untuk menulis penafsiran
final dari penceritaan-kembali pengalaman individu.
Kolaborasi
melibatkan penegosiasian hubungan antara peneliti partisipan untuk mengurangi
kesenjangan potensial antara narasi yang diceritakan dan narasi yang dilaporkan (Connelly & Clandinin, 1990)
. hal ini juga dapat dilibatkan penjelasan maksud penelitian kepada partisipan,
berbaur dengan para partisipan dalam penelitian. Kolaborasi sering kali membutuhkan
hubungan kerja yang baik antara guru dan
peneliti, suatu situasi ideal yang perlu waktu untuk berkembang sebagai suatu
cerita yang saling memperjelas antara peneliti dan guru (Elbaz-Luwisch,1997)
dalam Craswell (2015).
Masalah-masalah Etik Potensial dalam Mengumpulkan
Cerita
Ketika
mengumpulkan cerita, peneliti naratif perlu berhati-hati tentang cerita itu.
Apakah autentik? partisipan mungkin “memalsukan datanya”(Connelly & Clandinin, 1990) memberikan
kisah Pollyana atau cerita dengan akhir cerita tipikal Hollywood, dimana
laki-laki atau gadis yang baik selalu menang. Distorsi data ini dapat terjadi
dalam penelitian apa pun, dan hal ini menghadirkan masalah bagi peneliti
naratif pada khususnya karena mereka sangat menyandarkan diri pada informasi
yang dilaporkan sendiri dari partisipan. Pengumpulan banyak field texts, triangulasi
dat, dan member checking dapat membantu memastikan bahwa data yang baik
terkumpul.
Partisipan mungkin tidak dapat
menceritakan kisah yang sesungguhnya. Ketidakmampuan ini mungkin timbul karena
pengalamannya terlalu mengerikan untuk dilaporkan atau terlalu mentah untuk
dilaporkan (misalnya, para korban Holocaust atau korban bencana). Hal
ini mungkin juga terjadi ketika individu takut akan sanksi terhadap mereka
yjika mereka melaporkan ceritanya, misalnya dalam kasus pelecehan seksual. Cerita
riil mungkin juga mungkin juga muncul karena individu sama sekali tidak dapat
mengingatnya-ceritanya terkubur terlalu dalam dibawah sadar. Hal ini mungkin
juga terjadi karena individu mendasarkan ceritanya pada peristiwa yang terjadi
bertahun-tahun yang lalu (Lieblich et al., 1998) dalam (Creswell, 2015).
Meskipun distorsi, takut akan pembalasan, dan ketidakmampuan untuk bercerita
dapat menyulitkan pencerita, peneliti naratif mengingatkan kita bahwa cerita
itu adalah pengalaman yang dapat dipercaya dan bahwa kisah apa pun yang
diceritakan mempunyai elemen kebenaran di dalamnya (Riessman,2008) dalam (Creswell, 2015).
Penceritaan oleh partisipan juga
memunculkan masalah siapa yang memiliki xerita itu. Dalam laporan cerita
individu yang termajinalisasi di
masyarakat kita, peneliti naratif berisiko melaporkan cerita di mana mereka
tidak memiliki izin untuk menceritakannya . Paling tidak, peneliti naratif bisa
mendapatkan izin untuk melaporkan cerita dan member tahu individu tentang
maksud dan penggunaan cerita di awal proyek.
Bersama masalah potensial
kepemilikan juga ada masalah tentang apakah suara partisipan hilang dalam
laporan naratif final. Contohnya, ketika ada penceritaan kembali, ada
kemungkinan laporannya merefleksikan cerita peneliti, bukan cerita partisipan.
Dengan menggunakan kutipan ekstensif dari partisipan dan persis seperti bahasa
yang digunakan partisipan serta mengonstruksikan waktu dan tempat untuk cerita
itu dengan cermat juga dapa menanggulangi masalah ini. Masalah yang terkait
adalah apakah peneliti mendapatkan keuntungan dari penelitian dengan
mengorbankan partisipan. Perhatian yang seksama pada timbal balik atau membahas
partisipan, misalnya dengan melayani sebagai relawan di suatu kelas atau dengan
memberikan penghargaan untuk berpartisipasi dalam penelitian, akan memberikan
keuntungan bagi peneliti maupun partisipan. Seperti didiskusikan dalam dilemma
etik, salah satunya strateginya adalah menceritakan cerita kompodit yang
didasarkan pada beragam pengalaman penelitian.
Kesimpulan
Rancangan penelitian etnografi dan naratif merupakan bentuk
rancangan penelitian kualitatif. Rancangan penelitian etnografi merupakan
penelitian berupa studi lapangan yang memberikan gambaran terperinci tentang
kelompok dengan berbagai budaya dan rancangan penelitian naratif merupakan
prosedur penelitian yang mendeskripsikan kehidupan individu,
mengumpulkan dan bercerita tentang kehidupan individu, serta menulis narasi
kehidupan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Connelly, F. M., & Clandinin, D. J. (1990). Stories of experience
and narrative inquiry. Educational
researcher, 19(5), 2-14.
Creswell, J. W. (2015). Riset
Pendidikan: Perencanaan, Pelaksanaan, dam Evaluasi Riset Kualitatif dan
Kuantitatif (H. P. S. S. M. Soetjipto, Trans. 5 ed.). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Inayah, H. K., & Hakimi, M. (2007). Pengetahuan lokal ibu hamil tentang tanda bahaya kehamilan dan
persalinan di Kota Banjarmasin. Universitas Gadjah Mada.
LeCompte, M. D., & Goetz, J. P. (1982). Ethnographic data
collection in evaluation research. Educational
evaluation and policy analysis, 4(3), 387-400.
Lee, N., Saunders, J., & Goulding, C. (2005). Grounded theory,
ethnography and phenomenology: A comparative analysis of three qualitative
strategies for marketing research. European
journal of Marketing, 39(3/4), 294-308.
Miall, C. E., Pawluch, D., & Shaffir, W. (2005). Doing ethnography: Studying everyday life:
Canadian Scholars’ Press.
Pajak, E. F., & Blasé, J. J. (1984). Teachers
in bars: From professional to personal self. Sociology of Education, 164-173.
Putro, H. D. S. (2011). Pembelajaran
Industri Berbasis ISO 9001: 2008 di SMK Muhammadiyah 2 Andong Boyolali.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Reeves, S., Kuper, A., & Hodges, B. D. (2008). Qualitative research
methodologies: ethnography. BMJ: British
Medical Journal, 337.
Sandelowski, M. (1991). Telling stories: Narrative approaches in
qualitative research. Journal of nursing
scholarship, 23(3), 161-166.
Sugiyono, M. P. K. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung, CV.
Alvabeta, Tahun.
Tidak ada komentar:
Write komentar